Konsep Etika Bisnis
E
|
tika sebagai praksis berarti
nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak
dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Dapat dikatakan juga, etika
sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai
dengan nilai dan norma moral. Kita sering mendengar atau membaca
kalimat-kalimat seperti ini: “dalam dunia modern, etika bisnis mulai menipis”
kata etika dalam kalimat tersebut kita pahami dan maksud dari kata tersebut,
orang yang mengeluh bahwa etika bisnis sudah mulai menipis, bermaksud bahwa
pebisnis sering menyimpang dari nilai dan norma moral yang benar.
Tujuan untung sebesar-besarnya
menjadi inti dari sebuah bisnis,
sebagai pelaku bisnis orang tidak mau rugi sedikit pun, mereka pasti akan
mencari keuntungan sebanyak mungkin dengan menghalalkan segala cara. Sehingga
wajar jika muncul pertanyaan “apakah bisnis mempunyai etika?”. Pandangan
tersebut kemudian melunak menjadi bisnis itu amoral, artinya moral dan bisnis
merupakan dua dunia yang sangat berbeda, dan keduanya tidak dapat
dicampuradukkan.
Pandangan tentang etika dan bisnis
mendapat kritik tajam dari tokoh etika Amerika Serikat, Richard T. de George.
Ia mengemukakan alasan-alasan tentang keniscayaan etika bisnis sebagai berikut.
Pertama, bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis
memang dituntut keberanian mengambil resiko dan spekulasi, namun yang
dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan, seperti
nama baik pengusaha dan keluarga.
Kedua, bisnis adakah bagian yang
sangat penting dari masyarakat dan menyangkut kepentingan semua orang. Oleh
karena itu praktek bisnis mensyaratkan etika di samping hukum positif sebagai
standar acuan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis, dengan demikian
kegiatan bisnis dapat dinilai dari sudut moral seperti halnya kegiatan manusia
lainnya.
Ketiga, dilihat dari sudut pandang
bisnis itu sendiri, praktek bisnis yang berhasil adalah yang memperhatikan
norma-norma moral masyarakat. Keempat, asas legalitas harus dibedakan dari asas
moralitas. Kelima, etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris, tindakan yang
dilakukan oleh banyak orang tidak otomatis berarti yang lebih baik.
Etika bisnis, sebagai bagian dari
etika terapan dijalankan pada tiga taraf, yaitu: taraf makro, meso dan mikro.
Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan
kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari
aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan, di sini masalah
etika disoroti pada skala besar. Misalnya masalah keadilan: bagaimana sebaiknya
kekayaan di bumi ini dibagi dengan adil.
Pada taraf meso (madya atau
menengah), etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis di bidang organisasi.
Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh,
lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain. Pada taraf mikro, yang
difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Di sini
dipelajari tentang tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan
manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Sebagai cabang filsafat terapan,
etika bisnis menyoroti segi-segi moral; perilaku manusia yang mempunyai profesi
di bidang bisnis dan manajemen. oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat
sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip etika di bidang
hubungan ekonomi antar manusia.
Definisi tentang etika bisnis sangat
beragam dan tidak ada satupun yang terbaik, namun terdapat konsensus bahwa
etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik yang
didasarkan atas prinsip-prinsip maupun kepercayaan dalam mengambil keputusan
guna menyeimbangkan kepentingan ekonomi diri sendiri terhadap tuntutan sosial
dan kesejahteraan.
Sternberg (1994) mendefinisikan
etika bisnis sebagai suatu bidang filosofi yang berhubungan dengan
pengaplikasian ethical reasoning terhadap berbagai praktik dan aktivitas dalam
berbisnis. Dalam kaitan ini, etika bisnis merupakan upaya untuk mencarikan
jalan keluar atau paling tidak mengklarifikasikan berbagai moral issues yang
secara spesifik muncul atau berkaitan dengan aktivitas bisnis tersebut. Dengan
demikian prosesnya dimulai dari analisis terhadap the nature and
presuppositions of business hingga berimplikasi sebagai prinsip-prinsip moral
secara umum dalam upaya untuk mengidentifikasi apa yang “benar” di dalam
berbisnis.
Dalam pemahaman yang sederhana bisnis
adalah kegiatan/aktifitas mencari uang dan bisa menguntungkan, ini sesuai
dengan kata bisnis diserap dari bahasa Inggris “business” berarti
kesibukan, kesibukan yang berorientasi pada profit/ keuntungan. Produsen dan
orang-orang yang bergerak dalam kegiatan bisnis berhasil membuat keuntungan dan
memperbesar nilai bisnisnya yang makin lama makin meningkat.
Banyak sekali definisi bisnis,
Hughes dan Kapoor mendefinisikan sebagai kegiatan usaha individu yang
terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan
keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Huat, T Chwee sebagaimana dikutip
Amirullah mendefinisikan bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi barang
dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat kita. Dengan mengambil definisi
ini berarti setiap tindakan yang diambil dalam bisnis berakibat pada suatu
sistem sosial yang lebih besar. Sistem bisnis berhubungan dengan sistem
politik, sistem ekonomi dan sistem hukum.
Tujuan bisnis adalah untung, bisnis
merupakan kegiatan ekonomis yang di dalamnya kegiatan tukar-menukar, jual-beli,
memproduksi dan memasarkan, belanja-mempekerjakan dan interaksi manusia
lainnya. Semuanya dengan maksud memperoleh untung. Keraf menguraikan pandangan
ideal motif berbisnis, bisnis adalah kegiatan untuk memproduksi, menjual dan
membeli barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi tujuan
utama berbisnis bukanlah mencari keuntungan, melainkan melayani kepentingan
masyarakat. Keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan
bisnis yang dilakukan.
Sebagai aktifitas sosial bisnis
tidak lepas dari tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu; sudut pandang ekonomi,
hukum dan etika. Dari ketiga sudut pandang tersebut kita bisa mengukur bisnis
yang baik dengan tolok ukur masing-masing. Secara ekonomis, bisnis adalah baik,
kalau menghasilkan laba. Secara hukum, bisnis adalah baik, jika diperbolehkan
oleh sistem hukum. Untuk menentukan baik tidaknya bisnis dari sudut pandang
moral relatif lebih sulit, setidaknya ada tiga macam tolok ukur: hati nurani,
kaidah emas dan penilaian masyarakat umum.
Fungsi sebuah bisnis bisa dilihat
dari dua sisi, dari fungsi mikro dan makro. Fungsi mikro bisnis dipandang
sebagai kemampuan aktivitas bisnis dalam memberikan kontribusinya kepada pihak-pihak
yang berperan secara langsung terhadap proses penciptaan nilai (creation of
value).
`Sedangkan fungsi makro bisnis dapat
dipandang sebagai kemampuan aktivitas bisnis dalam memberikan kontribusinya
kepada pihak-pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam pembentukan dan
pengendalian bisnis. Pihak yang dimaksud adalah (a) masyarakat sekitar
perusahaan, (b) bangsa dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar