search

Selasa, 12 November 2013

Dampak Penerapan PSAK Revisi No 16, 46, 50, 55 dan 60 Pada Laporan Keuangan PT Astra Graphia, Tbk

NAMA            : Angie Riyanti Rinnus
NPM               : 29210187
KELAS           : 4EB09


PT Astra Graphia Tbk (“Perusahaan”) didirikan di Indonesia pada tanggal 31 Oktober 1975 berdasarkan akta Notaris Kartini Muljadi, S.H. No. 186. Perusahaan bergerak di bidang perdagangan, perindustrian, jasa konsultasi, jasa kontraktor peralatan dan perlengkapan kantor, teknologi informasi, telekomunikasi dan penyertaan modal pada perusahaan dan/atau badan hukum lain.

PSAK 16 (Aset Tetap)
Aset dalam penyelesaian diperkirakan akan selesai tahun 2013. Persentase penyelesaian aset dalam penyelesaian pada tanggal 31 Desember 2012 adalah sekitar 5 - 95%. Tanah Perusahaan berupa sertifikat-sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang mempunyai masa manfaat antara 20 dan 30 tahun dan akan berakhir antara 11 Februari 2014 sampai dengan 22 Desember 2036. Manajemen yakin bahwa HGB dapat diperpanjang saat masa manfaatnya berakhir. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai wajar dan nilai tercatat aset tetap, selain tanah dan bangunan. Nilai wajar tanah dan bangunan, seperti yang diungkapkan dibawah ini, telah ditentukan berdasarkan penilaian oleh penilai independen, KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan, pada tanggal 31 Desember 2012:
Tanah                                                              104,816
Bangunan dan prasarana bangunan                     37,804
142,620

Beban pajak kini dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku atau secara substansi telah diberlakukan pada tanggal pelaporan. Manajemen secara periodik mengevaluasi posisi yang dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sehubungan dengan situasi di mana aturan pajak yang berlaku membutuhkan interpretasi. Jika perlu,manajemen menentukan penyisihan berdasarkan jumlah yang diharapkan akan dibayar kepada otoritas pajak. Pajak penghasilan tangguhan diakui, dengan menggunakan metode balance sheet liability untuk semua perbedaan temporer antara dasar pengenaan pajak aset dan liabilitas dengan nilai tercatatnya. Pajak penghasilan tangguhan ditentukan dengan menggunakan tarif pajak yang telah berlaku atau secara substantif telah berlaku pada akhir periode pelaporan dan diharapkan diterapkan ketika aset pajak penghasilan tangguhan direalisasi atau liabilitas pajak penghasilan tangguhan diselesaikan. Aset pajak tangguhan diakui apabila besar kemungkinan jumlah penghasilan kena pajak di masa depan akan memadai untuk dikompensasi dengan perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dan rugi fiscal yang dapat dimanfaatkan. Koreksi terhadap kewajiban perpajakan diakui pada saat surat ketetapan pajak diterima atau jika mengajukan keberatan/banding, dicatat pada saat hasil atas keberatan/banding tersebut telah ditetapkan.


PSAK 50,55,60
Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menimbulkan aset keuangan dari suatu entitas dan kewajiban keuangan.

(a) Aset keuangan
Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran yang tetap atau dapat ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi harga di pasar aktif. Pinjaman yang diberikan dan piutang dimasukkan sebagai aset lancar; kecuali jika jatuh temponya melebihi 12 bulan setelah akhir periode pelaporan, pinjaman yang diberikan dan piutang ini dimasukkan sebagai aset tidak lancar. Pinjaman yang diberikan dan piutang Perusahaan terdiri dari kas di bank dan deposito, kas yang dibatasi penggunaannya dan piutang usaha, piutang lain-lain dalam laporan posisi keuangan. Pinjaman yang diberikan dan piutang pada awalnya diukur pada nilai wajar ditambah dengan biaya transaksi dan selanjutnya dicatat sebesar biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga efektif. Aset keuangan dihentikan pengakuannya ketika hak untuk menerima arus kas dari aset tersebut telah jatuh tempo atau telah ditransfer dan Perusahaan dan entitas anak telah mentransfer secara substansial seluruh risiko dan manfaat atas kepemilikan aset. Penghasilan bunga pada asset keuangan yang termasuk dalam
klasifikasi pinjaman yang diberikan dan piutang dicatat sebagai penghasilan keuangan pada laporan laba rugi. Jika terjadi penurunan nilai, rugi penurunan nilai akan dikurangkan terhadap nilai tercatat aset keuangan yang diklasifikasikan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang dan diakui pada laporan laba rugi.


PSAK No. 60 (Revisi 2010), “Instrumen Keuangan: Pengungkapan”
Standar baru ini memperkenalkan pengungkapan baru terkait dengan instrumen keuangan dan tidak mempunyai dampak apapun terhadap klasifikasi dan penilaian atas instrumen keuangan Perusahaan dan entitas anak. Perusahaan dan entitas anak telah memasukkan pengungkapan yang
disyaratkan dalam PSAK 60 dalam laporan keuangan konsolidasian.


Sumber : 
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/Corporate_Actions/New_Info_JSX/Jenis_Informasi/01_Laporan_Keuangan/04_Annual%20Report/2012/ASGR/ASGR_Annual%20Report_2012.pdf

Senin, 11 November 2013

ETIKA GOVERNANCE



  1. a.      Ethical Governance
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya ( consience of man ).
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain – lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain – lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain – lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari – hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain – lain.
Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan ( masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara ). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah ), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir ( lahiriah ) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain – lain ), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah – tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat ). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom.
Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etika-nya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
b.      Budaya etika
Ú Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya
Ú Budaya etika adalah perilaku yang etis.
Ú Penerapan budaya etika dilakukansecara top-down.
Ú Langkah-langkah penerapan :
Ú Penerapan Budaya Etika
Ú Corporate Credo :
Pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
Ú Komitmen Internal :
• Perusahaan terhadap karyawan
• Karyawan terhadap perusahaan
• Karyawan terhadap karyawan lain.
Ú Komitmen Eksternal :
• Perusahaan terhadap pelanggan
• Perusahaan terhadap pemegang saham
• Perusahaan terhadap masyarakat
Ú Penerapan Budaya Etika
Ú Program Etika
Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan
corporate credo
Contoh : audit etika
Ú Kode Etik Perusahaan
• Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
• Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM)
c.         Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
d.   Good Corporate Governance (GCG)
    1. Pengertian GCG
      Mencuatnya skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom, Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo (2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini adalah beberapa pengertian GCG :
      1) Menurut Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen puncak”.
      2) Menurut Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
      3) Tanri Abeng dalam Tjager (2003:iii) menyatakan bahwa “CG merupakan pilar utama fondasi korporasi untuk tumbuh dan berkembang dalam era persaingan global, sekaligus sebagai prasyarat berfungsinya corporate leadership yang efektif”.
      4) Zaini dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance system diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi melalui mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam korporasi, terutama antara Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”.
      Secara sederhananya, CG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi.

    1. Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
      Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
      1) Transparansi
      keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
      2) Kemandirian
      suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
      3) Akuntabilitas
      kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
      4) Pertanggungjawaban
      kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
      5) Kewajaran (fairness)
      keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
e.    Kode Perilaku Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code Of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut :
PT. NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah sebagai berikut :
  1. Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
  2. Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
  3. Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
  1. Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
  2. Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
  3. Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
  4. Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
  5. An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.
  6. Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

Konsep Etika Bisnis



Konsep Etika Bisnis


E
tika sebagai praksis berarti nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Dapat dikatakan juga, etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Kita sering mendengar atau membaca kalimat-kalimat seperti ini: “dalam dunia modern, etika bisnis mulai menipis” kata etika dalam kalimat tersebut kita pahami dan maksud dari kata tersebut, orang yang mengeluh bahwa etika bisnis sudah mulai menipis, bermaksud bahwa pebisnis sering menyimpang dari nilai dan norma moral yang benar.
Tujuan untung sebesar-besarnya menjadi inti dari sebuah bisnis, sebagai pelaku bisnis orang tidak mau rugi sedikit pun, mereka pasti akan mencari keuntungan sebanyak mungkin dengan menghalalkan segala cara. Sehingga wajar jika muncul pertanyaan “apakah bisnis mempunyai etika?”. Pandangan tersebut kemudian melunak menjadi bisnis itu amoral, artinya moral dan bisnis merupakan dua dunia yang sangat berbeda, dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan.
Pandangan tentang etika dan bisnis mendapat kritik tajam dari tokoh etika Amerika Serikat, Richard T. de George. Ia mengemukakan alasan-alasan tentang keniscayaan etika bisnis sebagai berikut. Pertama, bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis memang dituntut keberanian mengambil resiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan, seperti nama baik pengusaha dan keluarga.
Kedua, bisnis adakah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut kepentingan semua orang. Oleh karena itu praktek bisnis mensyaratkan etika di samping hukum positif sebagai standar acuan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis, dengan demikian kegiatan bisnis dapat dinilai dari sudut moral seperti halnya kegiatan manusia lainnya.
Ketiga, dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktek bisnis yang berhasil adalah yang memperhatikan norma-norma moral masyarakat. Keempat, asas legalitas harus dibedakan dari asas moralitas. Kelima, etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris, tindakan yang dilakukan oleh banyak orang tidak otomatis berarti yang lebih baik.
Etika bisnis, sebagai bagian dari etika terapan dijalankan pada tiga taraf, yaitu: taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan, di sini masalah etika disoroti pada skala besar. Misalnya masalah keadilan: bagaimana sebaiknya kekayaan di bumi ini dibagi dengan adil.
Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain. Pada taraf mikro, yang difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Di sini dipelajari tentang tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi moral; perilaku manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan manajemen. oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip etika di bidang hubungan ekonomi antar manusia.
Definisi tentang etika bisnis sangat beragam dan tidak ada satupun yang terbaik, namun terdapat konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik yang didasarkan atas prinsip-prinsip maupun kepercayaan dalam mengambil keputusan guna menyeimbangkan kepentingan ekonomi diri sendiri terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan.
Sternberg (1994) mendefinisikan etika bisnis sebagai suatu bidang filosofi yang berhubungan dengan pengaplikasian ethical reasoning terhadap berbagai praktik dan aktivitas dalam berbisnis. Dalam kaitan ini, etika bisnis merupakan upaya untuk mencarikan jalan keluar atau paling tidak mengklarifikasikan berbagai moral issues yang secara spesifik muncul atau berkaitan dengan aktivitas bisnis tersebut. Dengan demikian prosesnya dimulai dari analisis terhadap the nature and presuppositions of business hingga berimplikasi sebagai prinsip-prinsip moral secara umum dalam upaya untuk mengidentifikasi apa yang “benar” di dalam berbisnis.


Dalam pemahaman yang sederhana bisnis adalah kegiatan/aktifitas mencari uang dan bisa menguntungkan, ini sesuai dengan kata bisnis diserap dari bahasa Inggris “business” berarti kesibukan, kesibukan yang berorientasi pada profit/ keuntungan. Produsen dan orang-orang yang bergerak dalam kegiatan bisnis berhasil membuat keuntungan dan memperbesar nilai bisnisnya yang makin lama makin meningkat.
Banyak sekali definisi bisnis, Hughes dan Kapoor mendefinisikan sebagai kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Huat, T Chwee sebagaimana dikutip Amirullah mendefinisikan bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat kita. Dengan mengambil definisi ini berarti setiap tindakan yang diambil dalam bisnis berakibat pada suatu sistem sosial yang lebih besar. Sistem bisnis berhubungan dengan sistem politik, sistem ekonomi dan sistem hukum.
Tujuan bisnis adalah untung, bisnis merupakan kegiatan ekonomis yang di dalamnya kegiatan tukar-menukar, jual-beli, memproduksi dan memasarkan, belanja-mempekerjakan dan interaksi manusia lainnya. Semuanya dengan maksud memperoleh untung. Keraf menguraikan pandangan ideal motif berbisnis, bisnis adalah kegiatan untuk memproduksi, menjual dan membeli barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi tujuan utama berbisnis bukanlah mencari keuntungan, melainkan melayani kepentingan masyarakat. Keuntungan adalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang dilakukan.
Sebagai aktifitas sosial bisnis tidak lepas dari tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu; sudut pandang ekonomi, hukum dan etika. Dari ketiga sudut pandang tersebut kita bisa mengukur bisnis yang baik dengan tolok ukur masing-masing. Secara ekonomis, bisnis adalah baik, kalau menghasilkan laba. Secara hukum, bisnis adalah baik, jika diperbolehkan oleh sistem hukum. Untuk menentukan baik tidaknya bisnis dari sudut pandang moral relatif lebih sulit, setidaknya ada tiga macam tolok ukur: hati nurani, kaidah emas dan penilaian masyarakat umum.
Fungsi sebuah bisnis bisa dilihat dari dua sisi, dari fungsi mikro dan makro. Fungsi mikro bisnis dipandang sebagai kemampuan aktivitas bisnis dalam memberikan kontribusinya kepada pihak-pihak yang berperan secara langsung terhadap proses penciptaan nilai (creation of value).
`Sedangkan fungsi makro bisnis dapat dipandang sebagai kemampuan aktivitas bisnis dalam memberikan kontribusinya kepada pihak-pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam pembentukan dan pengendalian bisnis. Pihak yang dimaksud adalah (a) masyarakat sekitar perusahaan, (b) bangsa dan negara.